Tiga hari menjelang kebarangkatan Troy...
Gadis merasa tidak sehat hari itu. Badannya terasa panas dingin. Sudah dari kemarin ia merasa seperti ini. Apakah karena dari kemarin aku tidak sempat makan berat, pikirnya. Beberapa minggu ini Gadis benar-benar merealisasikan tekadnya dengan mem-force pekerjaan tanpa ampun sampai-sampai ia tidak sempat makan dengan layak. Gadis berharap dengan begitu ia bisa melupakan Troy dengan cepat, tapi kenyataan tidak bicara demikian. Pikirannya tetap saja terbagi menjadi dua, pekerjaannya dan Troy. Seringkali ketika terbangun di tengah malam, ia teringat Troy dan mulai menagis lagi. Betapa perasaan ini sangat menyiksanya. Gadis menghela napas panjang.
Ia mencoba berdiri dari ranjangnya tapi seketika itu juga ia jatuh terduduk lagi. Kepalanya serasa ditusuk-tusuk dari segala arah. Gadis melihat ke arah jam dinding di atas kepala ranjangnya, jam 7.10. Sambil memegangi kepalanya yang bedenyut-denyut, ia meraih ponselnya di atas meja kecil di samping ranjangnya.
”Halo, Lu, hari ini saya agak kurang enak badan... Nggak, saya masuk kok, tapi mungkin terlambat... Iya... Makasih ya, Lu.”
Mungkin aku perlu tiduran sebentar, siapa tau nanti pusingnya hilang, pikir Gadis.
Jam 9.20 Gadis sudah berada dalam taksi dan siap meluncur menuju kantornya. Pikirannya masih mumet tapi tidak sekacau semalam. Semalaman Gadis sibuk mempersiapkan presentasi untuk siang ini di hadapan Pak Irawan dan Bu Sonya, tapi di sisi lain ia juga sibuk memikirkan keberangkatan Troy yang tinggal tiga hari lagi itu.
Begitu sampai di ruangannya, ia langsung menugaskan sekretarisnya, Lulu, untuk menyiapkan semuanya untuk presentasinya. Ketika jam menunjukkan waktu 10.10, Gadis beranjak keluar ruangannya menuju toilet, ritual yang biasa dilakukannya sebelum rapat atau presentasi. Sekeluarnya dari toilet, kepalanya kembali berdenyut-denyut seperti dipukul-pukul. Ia berpikir, padahal tadi pagi aku sudah minum obat dan sarapan roti. Gadis segera menuju dispenser terdekat untuk meminum segelas air. Ia heran, tidak biasanya ia gugup seperti ini, ini kan hanya presentasi di depan orang yang sudah ia kenal. Saat itulah ia mendengar suara itu.
”Gadis, I just wanna say goodbye for the last time,” kata Troy pelan. Gadis tidak berani menatap si pemilik mata cokelat indah itu. Pandangannya tertuju pada gelas plastik yang bergetar dalam genggamannya. Kenapa aku ini? Ini Cuma si Troy, Dis, katanya dalam hati.
”Kamu boleh lega setelah aku pergi nanti, Dis.”
Gadis tersentak mendengar perkataan Troy barusan. Lega? Apakah aku akan merasa lega? pikirnya. Saat ia mengangkat kepalanya hendak menatap Troy, pandangannya semakin berkunang-kunang. Gadis sedikit limbung.
”Dis, are you alright? Mukamu pucat sekali,” kata Troy sambil menangkap pergelangan tangan Gadis dengan sigap.
”Aku... aku baik-baik...”
Dan semuanya berubah menjadi gelap.
Is the number 444 Bad Luck
2 years ago
0 comments:
Post a Comment