Wednesday, August 17, 2011

(Bukan) Napak Tilas

Sebenarnya saya mau menceritakan lanjutan kisah perjalanan saya dan teman-teman ke desa tempat KKN saya di Malang sebulan yang lalu, tapi apa daya, rasa malas seperti memasung saya dalam ketidakberdayaan bahkan untuk sekedar membuka blog ini.. *oke, cukup, itu agak lebay* Alhasil sampai sekarang belum juga saya lanjutkan ceritanya. Tapiiiiii.. berhubung sudah agak basi juga kalau dilanjutkan sekarang, saya akan 'menapaktilasi' perjalanan kami lewat kenangan setahun yang lalu saja yaaa :)


Beberapa hal yang akan saya ceritakan berikut inilah, yang membuat saya jatuh cinta setengah mati pada Malang, pada Gubugklakah dan Ngadas, pada Bromo, pada kebun apel, pada segenap warga desa dan teman-teman tim 155, dan tentunya pada dia. Beberapa bulan yang lalu saya pernah menulis tentang catatan kedua teman KKN saya, Fufi dan Giwang di Cerita Dari Desa. Sekarang saya akan menceritakan dari sudut pandang saya, tidak akan terlalu banyak, hanya yang paling berkesan buat saya. Okay, here we go!




Seperti kata Fufi, 17 adalah angka yang bermakna, bukan hanya buat Fufi, juga buat saya. Bukan hanya karena tiga orang yang saya sayang lahir pada tanggal 17. Setahun yang lalu, saya 'terdampar' di sebuah desa kecil di Malang, Jawa Timur untuk melakukan pengabdian kepada masyarakat lewat program KKN. 17 orang dengan bermacam sifat dan emosi yang masih labil harus tinggal seatap selama dua bulan. *bukaaaaan, ini bukan Penghuni Terakhir, apalagi Big Brother* Kami menghabiskan hampir lima kali 17 hari untuk menjalankan program-program KKN bersama-sama, berbagi senang dan susah, tawa dan tangis. Tentunya lebih dari 17 kegiatan yang kami jalani bersama di sana. Mulai dari rapat harian, mengajar di TK dan SD, makan bersama di meja makan yang sempit, main UNO dengan penerangan yang seadanya, memanen kentang di ladang, bersama ke Penanjakan Bromo-Tengger-Semeru di pagi buta yang dingin untuk melihat sunrise *yang ternyata ga keliatan karena ketutup kabut*, menyeberangi lautan pasir dan mendaki Bromo demi menyaksikan upacara Kasada, dan masih banyak lagi momen yang tidak akan pernah mungkin saya lupakan sampai kapan pun. Di antara kesemua itu, yang paling berkesan bagi saya selama bulan Ramadhan di sana adalah shalat berjamaah yang jarang sekali saya lakukan selama di Jogja dan Jakarta. Dengan suasana pedesaan yang tenang, saya merasa lebih khusyuk beribadah. Ibadah sunnah seperti shalat dhluda, tarawih, dan tadarus pun jadi terasa ringan untuk dikerjakan. 


Semua hal yang kami lakukan bersama membuat kami lebih kompak dan tidak terpisahkan, bahkan sampai sekarang. Tentunya tidak selamanya kami akur dan berjalan searah, tapi alhamdulillah kami berhasil melewati masalah satu persatu hingga sampai di titik di mana kami berada sekarang. Seperti Giwang bilang, saya tidak malu untuk berkata bahwa mereka adalah teman, sahabat, sekaligus saudara saya.


17 orang dengan 17 jenis sifat ini membuat saya banyak belajar bahwa saya adalah pribadi yang jauh dari sempurna. Bukannya selama ini saya menganggap diri saya sempurna, hanya saja teman-teman membuat saya bisa memberikan pandangan lain terhadap diri saya sendiri. Mereka bilang saya galak hanya karena nada bicara saya yang cenderung tinggi dan cenderung tidak sabaran. Bahkan saya sempat dijuluki 'pukat' di sana dengan alasan saya gampang dekat dengan teman laki-laki. Well yeah, I know that was only a joke. Tapi kemudian saya jadi 'ngeh' kalau ternyata ada sifat saya yang kurang disukai dan harus saya ubah. Saya mencoba untuk belajar bersabar dan lebih lembut jika berbicara. Biarpun susah untuk berubah :p Terlepas dari sifat buruk saya, dari mereka, saya juga tahu bahwa pribadi saya yang cerewetlah yang mendekatkan saya dan mereka, membuat tidak ada jarak di antara kami.


Hari itu, tepat pada tanggal 17 Agustus setahun yang lalu, kami tengah sibuk mempersiapkan lomba tujuhbelasan bertema islami karena HUT RI jatuh pada bulan Ramadhan. Perlombaan diadakan di kedua mesjid besar di desa dan di balai desa. Saya masih ingat setiap kegiatan kami hari itu, mulai dari bangun pagi sampai malam hari, bahkan sampai ke detil-detilnya. Tapi tidak akan saya ceritakan di sini tentunya, untuk menghindari tangan-tangan yang akan beranjak ke kanan atas desktop untuk meng-klik X. Bagi saya pribadi, itulah momen Ramadhan sekaligus Hari Kemerdekaan RI paling berkesan dalam hidup saya. Sebelumnya saya tidak pernah ikut kepanitiaan lomba tujuhbelasan, yang ternyata tidaklah mudah. Persiapan harus dilakukan jauh-jauh hari, mulai dari materi lomba, mencari hadiah, menghubungi juri, dan lain sebagainya. Kekompakan dan leadership kami diuji benar-benar pada saat itu. Syukurlah kami berhasil melewatinya dengan nilai A, kalau menurut saya. *pede geelaaa* Kemudian partisipasi antusiasme warga memberikan nilai plus sehingga menjadi A+ :D


Kemudian, inilah cerita paling indah (tapi juga sedih kalau buat saya) yang kami alami. Masa dua bulan itu tidak hanya membuat kami menemukan sahabat dan saudara, tetapi juga cinta. Ya, cinta kepada lawan jenis yang saya maksudkan di sini. Seperti cinta Gatot kepada Fufi, cinta Olav kepada Echi, cinta Ayu kepada Radit, cinta Randi kepada Tata, dan tentunya cinta saya kepada dia. Pilihan dari mencintai hanya ada dua, yaitu mengikat atau melepaskan. Maka pilihan itulah yang kami ambil. Mengikat wajib hukumnya bagi Gatot dan Olav, sedangkan kami sisanya memilih untuk melepaskan. Itulah indahnya cinta. Terima kasih keenambelas kawanku, karena sudah mengajarkan hal paling indah di dunia ini, yaitu mencintai  :')



*untuk semua penghuni pondokan Bu Pur, especially for you*

3 comments:

zpudjiastuti said...

baru sadar, berubah dari 'gue-lo' jadi 'saya-kamu'..
haha, ya sudah lah, lanjutkan saja :)

Anonymous said...

wwwwoow nemu post ini randomly dan nama saya disebut. hihi i miss doing kkn with all of u :* btw blog ku ganti tapi namanya masi bingung hihi

zpudjiastuti said...

haha.. kok ganti bat? jadinya apa alamatnya?

Post a Comment

You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "

 
;