Troy berjalan mondar-mandir di kamar tidurnya. Masih melekat diingatannya Gadis pernah tidur di ranjangnya, mandi di kamar madinya, bercermin di cermin pada nakasnya. Godness!! Ia tidak tahan mengingat itu semua lalu beranjak keluar kamar menuju ruang tengah. Tapi hal ini juga tidak membantu, malah memperburuk suasanan hatinya. Troy ingat Gadis pernah marah besar padanya karena ia menonton video honeymoon mereka, ia meringis mengingat how histerical she was that day. Lalu kakinya seperti membawanya menelusuri seluruh ruangan di penthousenya yang makin membuatnya teringat pada Gadis. Dapur tempat Gadis pernah memasak fettucini kesukaannya, whirlpool tempat Gadis suka berendam. God, why she’s still in every room in my penthouse?
Tak tahan dengan itu semua, Troy menyambar kunci Blue Jag-nya dan melarikan diri ke luar penthouse-nya dengan tergesa-gesa.
Tak lama, Troy sampai di sebuah rumah makan di rest area yang sangat dihapalnya. Waktu itu terjadi insiden Gadis mengotori kemeja putihnya dengan tangannya yang belepotan bumbu masakan padang. Ia tersenyum mengingatnya. Jauh-jauh melarikan diri dari penthouse tapi datangnya ke tempat yang juga penuh dengan kenangannya bersama Gadis. Apa aku sudah benar-benar jatuh cinta? tanyanya pada diri sendiri.
Troy menggelengkan kepalanya berusaha mengusir bayangan Gadis dari pikirannya. Ooh... I really miss her voice. Tangannya dengan refleks mengambil ponselnya dan mencari sebuah nomor. Sebelum menekan tombol call, ia sempat ragu sesaat tapi Troy memantapkan hatinya. Gadis harus tahu tentang perasaannya yang sebenarnya.
Setelah empat deringan, teleponnya diangkat Gadis dengan suara sengau.
”Halo,” kata suara di seberang. Troy lega mendengar suara itu lagi, tapi tiba-tiba dia merasa khawatir.
”Hello, Dis, are you akay? What’s wrong with your voice?” tanyanya.
”Nggak apa-apa. Aku baik-baik aja. Ada apa, Troy? Soal pekerjaan?” tanya Gadis to-the-point. Padahal dalam hatinya Gadis sangat senang Troy menanyakan kabarnya. Yang Troy tidak tahu adalah Gadis baru saja selesai menangisi nasibnya.
”Nope. I just wanna say something important and I’m begging you not to hang up the phone till I done, okay?”
Gadis terdiam. Tanpa menunggu lebih lama Troy mulai bicara.
”Kamu tau aku sekarang ada di mana? Sekarang aku ada di depan rumah makan Padang yang ada di salah satu rest area tol Cikampek. You remember that place, do you? Tadinya aku cuma ingin keluar dari penthouse untuk menenangkan pikiranku.
”Kamu tau, Dis, jika aku diam di penthouse lama-lama aku bisa gila karena isinya mengingatkanku sama kamu. Our bed room, the living room, the kitchen, wirlpool, everything remain me of you. I just want you to know that... Sebenarnya keberangkatanku ke Singapore adalah salah satu cara untuk melupakanmu. Aku menuruti keinginanmu untuk menganggap semua yang terjadi pada kita waktu itu hanya mimpi. But one thing you must know that what I feel for you... it’s not a dream, it’s very real, Gadis.”
Hening sesaat sebelum Troy melanjutkan.
”Aku janji setelah ini aku tidak akan pernah ganggu kamu lagi. Bye, Gadis Parasayu. I love you.” Setelah itu Troy menutup teleponnya.
Gadis tidak sanggup lagi menahan air matanya. Ia berbisik pelan pada dirinya sendiri: I love you too, Troy... dan air matanya tumpah untuk kedua kalinya malam itu.
0 comments:
Post a Comment